Banner 728x250
Hukum

Polisi Enggan Berkomentar Terkait Perkembangan Kasus Dugaan Pungli SPOP Oknum Kades di Luwu 

×

Polisi Enggan Berkomentar Terkait Perkembangan Kasus Dugaan Pungli SPOP Oknum Kades di Luwu 

Sebarkan artikel ini

Eksposindo.com | Kasus dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum salah seorang kepala desa berinisial AT di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, hingga saat ini belum ada kejelasan.

Kasus Pungli pada warga untuk penerbitan Surat Penerbitan Objek Pajak (SPOP) Itu tengah dilidik bahkan statusnya sudah dinaikkan menjadi penyidikan namun oknum pelaku belum menjalani penahanan.

Kapolres Luwu AKBP Arisandi saat dikonfirmasi justru menyerahkan hal tersebut kepada Kasat Reskrim Polres Luwu untuk dikonfirmasi.

Baca Juga:  Kajati Sulsel Tetapkan Tersangka Korupsi Tambang

Namun hingga hari ini Selasa (02/5/2023) Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Muhammad Saleh belum memberikan keterangan.

Sebelumnya diberitakan Seorang kepala Desa di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, diduga melakukan pungutan liar (pungli).

Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Muhammad Saleh mengatakan oknum kepala Desa tersebut berinisial AT, Kepala Desa Ranteballa, ia diduga melakukan pungli pada warga untuk penerbitan Surat Penerbitan Objek Pajak (SPOP).

“Kami sudah gelar perkara kepada oknum aparat desa yang dimaksud yang diduga melakukan pungli, statusnya sudah naik penyidikan,” kata Saleh, Rabu (22/2/2023), saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Baca Juga:  Kades Pangi Diperiksa Polisi Terkait Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan SK

Lanjut Saleh, besaran nilai pungli yang diduga dilakukan AT sebesar Rp 300 juta dari warganya untuk pengurusan pembuatan surat penerbitan objek pajak (SPOP).

“Oknum kepala desa ini mengumpulkan uang dari dari masyarakat untuk pengurusan SPOP dengan nilai yang beragam tergantung nilai ganti rugi lahan warga dari perusahaan PT Masmindo Dwi Area (MDA),” ucap Saleh.

Nilai ganti rugi lahan dari perusahaan tambang PT MDA dan setelah diterbitkan SPOP uang yang diterima AT dari warga mencapai jutaan rupiah.

Baca Juga:  Seorang Residivis di Luwu Perkosa Ibu Hamil, Pelaku Dalam Pengejaran Polisi

“Pelaku menerima uang dari warganya mulai dari Rp2 juta dan terbesar sampai Rp100 juta,” ujar Saleh. (*)